Saat ini penggunaan batik sudah tak lagi menjadi hal yang kuno dan dapat dijumpai dengan mudah setiap harinya tak lagi hanya hari Jumat dan hari – hari khusus lainnya. Berbagai macam model dari batik pun telah berkembang luas di masyarakat bahkan saat ini di toko online sudah banyak yang menyediakannya.
Aneka macam batik tersebut memiliki keragaman motif dan keindahan warna yang menunjukkan nilai seni dan budaya yang tinggi.
Ragam motif batik ternyata tak hanya indah saja namun juga memiliki makna filosofis yang sangat mendalam. Salah satu batik tersebut adalah Batik Parang. Batik Parang merupakan salah satu motif batik yang paling tua di Indonesia. Parang berasal dari kata Pereng yang berarti lereng. Perengan menggambarkan sebuah garis menurun dari tinggi ke rendah secara diagonal. Batik ini merupakan batik asli Indonesia yang sudah ada sejak zaman keraton Mataram Kartasura (Solo) dan dulunya hanya bisa dipakai oleh raja, penguasa, dan ksatria. Motif batik di Indonesia tercipta dari inspirasi kehidupan dan lingkungan yang dikreasikan menjadi bentuk-bentuk motif kain yang unik. Inspirasi motif kain batik muncul dari berbagai jenis tumbuhan, gunung, hewan, sawah, sungai, laut, dan symbol-simbol kuno kehidupan.
Motif batik parang rusak meski asal-usulnya masih menjadi perdebatan, konon katanya motif ini muncul di masa Raden Panji seorang pahlawan kerajaan Kediri dan Jenggala di Jawa Timur di abad ke 11. Ada juga yang berpendapat kalau motif batik parang rusak adalah karya Sultan Agung dari Mataram (1613-1645) yang terinspirasi danri meditasinya di pantai selatan Jawa. Konon Sultan Agung mendapat ilham dari fenomena alam berupa gelombang besar yang memecah karang hingga rusak.
Motif batik parang rusak memiliki nilai filosofis yang tinggi, yaitu
“Semangat Pantang Menyerah Seperti Ombak Laut yang tak Berhenti Bergerak." Susunan motif batik parang menggambarkan jalinan yang terus tersambung, simbol akan sesuatu yang tak putus baik dalam arti upaya memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan, maupun bentuk pertalian keluarga dimana batik motif parang dijadikan hadiah dari generasi tua ke generasi muda para bangsawan. Motif batik parang rusak menjadi simbol dari orang tua agar sang anak melanjutkan perjuangan yang telah dirintis leluhurnya.
Garis lurus diagonal pada batik parang rusak melambangkan rasa hormat, keteladanan, serta ketaatan pada nilai-nilai kebenaran. Batik parang rusak dengan motifnya yang dinamis memuat pesan kecekatan, kesigapan, dan kesinambungan antara suatu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya yang bisa kita maknai sebagai sebuah perbaikan terus menerus tanpa henti. Namun dibalik makna filosofisnya, batik parang rusak memiliki sebuah mitos yang masih dipercayai orang-orang tertentu. Mitosnya jika batik parang rusak digunakan dalam sebuah pernikahan akan berdampak buruk pada kehidupan pasangan yang akan menikah, bahtera rumah tangganya bisa dipenuhi percekcokan. Mitos ini muncul dimungkinkan karena karena batik parang rusak dulu cukup dikeramatkan dan dipakai oleh kalangan tertentu dalam acara-acara tertentu saja. Karena tidak pernah dipakai dalam acara pernikahan mungkin masyarakat awam menganggap tidak elok jika batik parang rusak digunakan dalam upacara pernikahan.
Ragam motif batik ternyata tak hanya indah saja namun juga memiliki makna filosofis yang sangat mendalam. Salah satu batik tersebut adalah Batik Parang. Batik Parang merupakan salah satu motif batik yang paling tua di Indonesia. Parang berasal dari kata Pereng yang berarti lereng. Perengan menggambarkan sebuah garis menurun dari tinggi ke rendah secara diagonal. Batik ini merupakan batik asli Indonesia yang sudah ada sejak zaman keraton Mataram Kartasura (Solo) dan dulunya hanya bisa dipakai oleh raja, penguasa, dan ksatria. Motif batik di Indonesia tercipta dari inspirasi kehidupan dan lingkungan yang dikreasikan menjadi bentuk-bentuk motif kain yang unik. Inspirasi motif kain batik muncul dari berbagai jenis tumbuhan, gunung, hewan, sawah, sungai, laut, dan symbol-simbol kuno kehidupan.
Motif batik parang rusak meski asal-usulnya masih menjadi perdebatan, konon katanya motif ini muncul di masa Raden Panji seorang pahlawan kerajaan Kediri dan Jenggala di Jawa Timur di abad ke 11. Ada juga yang berpendapat kalau motif batik parang rusak adalah karya Sultan Agung dari Mataram (1613-1645) yang terinspirasi danri meditasinya di pantai selatan Jawa. Konon Sultan Agung mendapat ilham dari fenomena alam berupa gelombang besar yang memecah karang hingga rusak.
Motif batik parang rusak memiliki nilai filosofis yang tinggi, yaitu
“Semangat Pantang Menyerah Seperti Ombak Laut yang tak Berhenti Bergerak." Susunan motif batik parang menggambarkan jalinan yang terus tersambung, simbol akan sesuatu yang tak putus baik dalam arti upaya memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan, maupun bentuk pertalian keluarga dimana batik motif parang dijadikan hadiah dari generasi tua ke generasi muda para bangsawan. Motif batik parang rusak menjadi simbol dari orang tua agar sang anak melanjutkan perjuangan yang telah dirintis leluhurnya.
Garis lurus diagonal pada batik parang rusak melambangkan rasa hormat, keteladanan, serta ketaatan pada nilai-nilai kebenaran. Batik parang rusak dengan motifnya yang dinamis memuat pesan kecekatan, kesigapan, dan kesinambungan antara suatu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya yang bisa kita maknai sebagai sebuah perbaikan terus menerus tanpa henti. Namun dibalik makna filosofisnya, batik parang rusak memiliki sebuah mitos yang masih dipercayai orang-orang tertentu. Mitosnya jika batik parang rusak digunakan dalam sebuah pernikahan akan berdampak buruk pada kehidupan pasangan yang akan menikah, bahtera rumah tangganya bisa dipenuhi percekcokan. Mitos ini muncul dimungkinkan karena karena batik parang rusak dulu cukup dikeramatkan dan dipakai oleh kalangan tertentu dalam acara-acara tertentu saja. Karena tidak pernah dipakai dalam acara pernikahan mungkin masyarakat awam menganggap tidak elok jika batik parang rusak digunakan dalam upacara pernikahan.
Komentar
Posting Komentar